Senin, 30 Maret 2020

Lompatan dan Posisi Tertinggi

(seekor burung gereja di puncak pohon cemara. Photo by Ari)

Aki melihatnya lincah melompat ke sana ke mari
Tanpa peduli apakah ada yang mengamati
Terus dengan riangnya menikmati ranting dan dahan kecil 
Tempat sepasang kakinya menapaki pepohonanan rimbun

Sukaria karena hadirnya dedaunan rimbun
Mengelilingi seisi pohon tempat berdiri dan menari
Sumber penghasil makanan bagi diri dan keluarga
Juga tempat nyaman untuk bersarang bersama

Pucuk pohon terkadang menjadi incaran
Posisi tertinggi yang teraih sepasang tapakan kaki
Menatap lebih luas ke angkasa dan bumi
Menilai cuaca dalam bentangan awan yang beradu sinar mentari

Mengamati keceriaannya saat senja dan pagi
Pun kala siang membentang dalam teriknya sinar mentari
Sungguh alam menjadi tempat terindah untuk belajar tentang kehidupan
Salaing memberi dan melengkapi memenuhi kebutuhan 

Bagaimanakah kita para insan penghuni bumi
Sudahkah hidup kita saling mengait dalam kebaikan
Akankah kehidupan menjadi baik dengan keberadaan kita
Mari pandang diri kita sendiri
Akankah lompatan dan pijakan kita menuji tempat tertinggi yang menghantarkan lebih banyak kebaikan bagi sesama

...
Written by Ari Budiyanti
30 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Sabtu, 28 Maret 2020

Kesenyapan Itu Merongrong Asa

(photo by Ari)

Sepertinya tulang belulangku merapuh dalam derap hujaman petaka 
Yang tak kutahu bagaimana ini berawal
Hanya menjalani tiap detik dalam harinya
Ternyata semakin raga melemahkan asa

Lalu sendi-sendiku seolah meradang
Entah apakah marah padaku si pemilik raga
Mungkinkah aku kurang bisa menjaga keberadaannya
Sehingga marahnya kini seolah tak mengampuniku

Desiran cemas berpadu dalam resah membahana
Ketika yang dirasa sungguh berbeda dari semula
Saat fisik terbatasi oleh segala pencetus lelah
Terampungi dalam gegap gempita masalah

Sendunya jiwa membuat perjalanan terasa memberat pikupan bebannya
Ratapan kalbu karena nyerinya membakar emosi menurun sampai titik nadir hati
Seolah asa itu sendiri menyembunyikan diri di tubir lautan
Membiarkan kesenyapan menenggelamkan harapan insan 

Dalam lika-liku pergumulan
Hanya sauh kuat iman penopang harapan
Semoga segala cemas dan takut menguap bersama beban 
...

Written by Ari Budiyanti
29 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Kamis, 26 Maret 2020

Memahat Harapan

(Tunas Anggrek. Photo by Ari)

Pernah ...
Saat semua mata menutup seolah tanpa harapan
Dalam pekatnya kabut bencana yang hampir mematikan semangat

Namun tak perlu cemaskan lagi saat harapan itu memunculkan diri dalam kelamnya kenyataan
Mempunyai iman pada Sang Penguasa jagat raya
Pemberi sauh kuat pada harapan
Bukankah demikian?

Jangan biarkan suasana kini menggalaukan batinmu terus menerus
Segera legakan akalmu dalam damai batin senantiasa
Dekatkan dirimu pada Pemilik jiwa ragamu
Percayalah pada segala kebaikan yang nantinya mengikuti 

Iya.. 
Entah itu masih lama
Ataukah dalam sejenak ke depan
Tetapkan tenang pada nurani
Ijinkan sejahtera menaungi hati
Mari bersama memahat harapan 
Pada setiap jiwa

...
Written by Ari Budiyanti
26 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti



Rabu, 25 Maret 2020

Aku dan Senja dalam Balutan Rasa Curiga

(Bunga Matahari. Photo by Ari )

Senja telah datang lagi kini
Membatasi siang dengan segala kesibukannya
Memang tak lagi sama dengan waktu itu
Saat segala tugas terselesaikan di rumah dan tak lagi ke kantor

Senja tetap datang meski perubahan memberi perbedaan pada hari yang tak pernah sama
Lalu aku juga selalu sama menanti kehadiran senja sebagai pertandaku untuk berhenti saja
Semua akan berlanjut lagi esok hari
Dalam kesibukan lainnya di tempat yang sama

Terkadang curiga muncul saat berada hanya di satu tempat saja yang tertentukan
Ketika gerak dibatasi oleh keadaan 
Semua harus diselesaikan sesuai jadwal dengan menempati satu titik

Kapankah semua ini berakhir?
Kapankah kebebasan berkeliling lagi ke sana ke mari?
Kapankah terjalin kembali tali silaturahmi dengan sesama dalam sapa nyata
Bukan lagi hanya melalu dunia on line

Ah.. 
Mengapa curiga selalu saja muncul bersama senja
Seolah waktu esok masih juga sama
Meski begitu curigaku tak bisa menghentikan senja
Yang selalu datang lagi pada waktu yang tepat

Kini aku dan senja terbalut oleh rasa curiga
Semoga segera berlalu dan berakhir dengan baik

...

Written by Ari Budiyanti
25 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti






Selasa, 24 Maret 2020

Tumpukan Takut Mengemas Cemas

(Bunga Wijaya Kusuma, photo by Ari)

Dia mengetuk setiap pintu kala malam
Mencari tahu apakah ada yang terjaga
Namun semua terlelap tenang dalam buaian mimpi

Dalam damai yang dikira kekal mereka telah mengunci diri
Dalam ketenangan yang dikira selamanya mereka mengisolasi nurani 

Atas dia.yang ingin bertandang dalam pertemanan
Ditolak dalam kuncian kuat pemilik tiap pintu 

Hingga tiba saatnya akan terbuka 
Semua cemas yang menumpuk di pelupuk tatapan mata yang mulai melapuk
Semua cemas yang dikemas rapi dalam peti emas

Semua merasa lebih baik berdiam dalam kesunyian
Menarik diri daei segala peradaban
Demi sebuah rasa yang diyakini sebagai keselamatan 

Maka bersiaplah saat waktunya tiba
Ketika rasa itu melepuh dalam rindu akan kebersamaan insan
Ketika ruang tak lagi dibatasi ketakutan
Dan lecemasan tak lagi merajai nurani

Biarlah ketalutan dan kecemasan itu segera berlalu
Dan setiap insan kembali membuka pintu persahabatan

...
Written by Ari Budiyanti
#PuisiHatiAriBudiyanti
24 Maret 2020




Senin, 23 Maret 2020

Terkadangku Tak Ingin Menyapamu


Ada masanya hati ini terserak rasa menekan
Sehingga batin tak ingin sekedar mengadu
Saat terasa nurani melara 
Dalam buaian pesona amarah yang teredam

Kala inilah susah menerima nyatanya peristiwa
Tak ingin mengeluh pun tak berkesah
Namun nyatanya beban membara menekan asa
Yang memadu dalam peraduan sendu tanpa kata

Aku hanya sedang tak ingin menyapa keberadaanmu
Bukan karena alasan apapun di atas benci
Hanya segala gundah gulana yang menyita emosi
Sehingga menyapamu terkadang tal.lagi terbersit di pikiranku

Maaf bila aku terkadang tak ingin menyapamu
Hanya itu saja
...

Written by Ari Budiyanti
23 Maret 2020
#PuisiHatiAriBudiyanti

Ilustrasi puisi
Dokpri

Minggu, 22 Maret 2020

Ketika Mendung Mencekam

( Mendung di depan rumah. Photo by Ari )

Terkadang kenangan itu membentang di ingatan 
Membuka luka masa lalu dalam ketakutan akan datangnya hujan
Saat dinding rumah bergetar karena gemuruh guntur
Pun derasnya guyuran air mengelilingi rumah tinggal masa kecilku

Selalu cemas saat air mengalir deras
Dalam dekapan kecewanya cuaca yang membuat rasa mengeras
Kini semua ingatan terbawa sampai masa depan
Kala angkasa kembali diselimuti mendung tebal yang mencekam

Betapa bait-bait hati ingin mencipta larik puisi tentang hujan
Mengharap menjadi mantera pengusir hujan 
Atau sekedar angin pengusir awan mendung 

Sekelebat mendung lebat di angkasa gelap 
Membawa ingatan mencekam di masa lalu
Semoga tidak seburuk di masa lalu 
Semoga alam kembali bersahabat denganku
Menyibak kenangan indah saja di masa yang telah terlewati

#PuisiHatiAriBudiyanti
Written by Ari Budiyanti
22 Maret 2020




Selasa, 17 Maret 2020

Haruskah Kuberhenti?

Gejalanya nampak jelas di mata 
Betapa lelah fisik beradu menguni raga
Dalam getaran yang menggelorakan emosi
Teredam oleh padatnay karya yang harus dipenuhi

Semakin terasa saat sejenak diam
Dalam buaian istirahat ragani sejenak
Namun nyatanya semakin terasa 
Gejolak getaran penyumbang resah

Haruskah aku menghentikan segala 
Yang membuat badan ini bersimpuh peluh
Ataukah masih harus ku lanjut perjalanan
Meski batin meronta meminta raga 
Diam selamanya dalam haribaan bait bunga

....
Written by Ari Budiyanti
17 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Rabu, 11 Maret 2020

Jangan Menahan Rindu Lebih Lama




Semilir angin berpadu dengan kicauan burung-burung kecil 
Beterbangan merendah mencari ranting-ranting pohon yang nyaman
Membawa aneka ornamen alam untuk membiat sarang tempat mereka berteduh
Bersama keluarga kecil yang dibinanya
Melindungi telur dari kejaran pemangsa agar menetas pada saatnya yang tepat

Juga alunan nada lain oleh gemerisiknya pepadian yang bergoyang tersapu angin
Dalam bulir-bulir yang berisi membuatnya makin menunduk saat angin menyapanya
Berusaha menyembunyikan butiran bernasnya dari kejaran burung-burung kecil pencari makan

Juga pemandangan para petani bertudung kala siang menyengat
Berusaha tabah dan penuh semangat
Menantikan masa panen penuh tuaian 
Setelah masa-masa bertanam dan merawat padi dalam kesabaran pun penuh ketelatenan
Berdoa agar tiada wabah dan bencana menghambat masa bahagia 
Saat musim menuai tiba

Juga gemericik aliran air sungai kecil yang terkadang dihuni ikan
Tempat menyeleraskan penat dari seharian berkubang lumpur di persawahan
Membuai rasa dingin menelisik hingga ke hati sejuknya air di sungai pedesaan
Dengan pepohonan rimbun di sekitar tepiannya
Ah betapa indahnya suasana kala senja tiba di sana 

Semua itu sungguh berkejaran di anganku
Melintasi awan-awan penatku pada nyatanya kehidupan masa kini
Saat kuputuskan mencari sekedar sesuap nasi
Di tempat nan jauh dari semua keindahan dan keasrian kampung halaman tercinta
Beradu dengan penat udata ibukota
Pun hiruk pikuk dunia penuh kecemasan terjangkit corona 
Kini menggebu-gebu rasa rindu di kalbu
Akan desa kelahiran yang kutinggalkan lama
Ingin aku segera pulang menuju kampung tercinta
Ku tak mau lagi menahan rindu terlalu lama
 ..

Written by Ari Budiyanti
11 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Ilustrasi puisi dokpri



Selasa, 10 Maret 2020

Di Kaki Gunung Slamet

Setiap fajar menyingsing penanda esok telah tiba
Buaian angin sawah bertiup membuat tananan padi yang belarik-larik menari
Meniupkan terkadang aroma tanah yang basah tersiram embun pagi bercampur gerimis
Kabut tipis hingga tebal pun kadang mengiringi hadirnya mentari

Kokok ayam jantan sering membangunkanku karena nyaringnya
Membuatku harus menilik apakah mentari telah menilik di ufuk timur
Melangkahkan kaki menuntun sepeda roda duaku
Sebentar saja mengitari sebagian kecil area desaku

Jika beruntingku dapati pesona gunung Slamet
Meski kecil nampak dikejauhan pandangan
Namun megahnya tak terkirakan rasa
Keberadaannya selalu kunantikan di tiap pagiku

Indahnya pesona alam di kaki gunung Slamet
Menjadi bagian kehidupansejak masa kecilku
Rajutan kenangan indah manis maupun duka perih
Saling menjalin menjadi sebuah memori di kedalaman batin 

Tak akan kulupa indah desaku 
Tempat kelahiranku di masa lalu
...

Written by Ari Budiyanti
11 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Minggu, 08 Maret 2020

Kenyataan dan Penerimaan

Terkadang inginku begini atau begitu di masa lalu
Agar yang terjadi menjadi sesuai harapan begini dan begitu

Atau begitu banyak kata seandainya terucap di masa kini
Ketika berpapasan dengan kecewa karena kegagalan di masa yang telah lewat

Di sisi lain menuntut orang lain dan kondisi yang berubah
Agar semua terpenuhi mauku

Namun yang ada hanya kecewa batin dan kalbu
Karena yang terjadi bertolak belakang dengan segala harapan

Semua kata "seandainya" menjadi sia-sia
Semua kata "seharusnya" menjadi tanpa makna 
Saat berjumpa dengan kenyataan 
Yang harusnya dihadapi dengan penerimaan

Hidup menjadi lebih lega dalam damai 
Bila penerimaan diri dan kenyataan menjadi yang terutama
Dalam rangkaian doa dan syukur terpanjatkan
Pada Sang Penguasa hati, Pemilik Semesta

..
Written by Ari Budiyanti
9 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti



Sabtu, 07 Maret 2020

Retakmu Mengejutkan

Ketika kumenatap ke layar kaca
Kulihat sebuah berita 
Retaknya dinding rumah warga 
Karena peristiwa alam yang menjadi bencana

Berat bagi mereka yang tertimpa
Peristiwa malang di masa ini
Seperti mereka yang terlanda banjir
Demikian juga bencana lainnya

Ini alam tempat kita tinggal
Terkadang bencana tak bisa dihindar
Hanya bisa mendoa agar tabah dan sabar
Menerima masa-masa sulit karena bencana alam

Semoga segera reda getar alam penyebab retaknya rumah warga
Semoga kekuatan dan ketabahan bagi para korban bencana
Teriring doa bagi bangsa tercinta
Di tanah Indonesia yang kaya

...
Written by Ari Budiyanti
8 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Terinspirasi lihat berita bencana retak dinding rumah warga karena di area Magelang, Jawa Tengah

Remang Gelap Ini Milik Si Ratu Malam

Malam telah tiba dalam kerlipan bintang di angkasa
Pun rembulan yang mengintip di balik awan menggelap
Mendung itu meniadakan kerlipan bintang dalam sesaat 
Mengaburkan keceriaan saat tarian kunang-kunang berpadu 

Lalu kualihkan pandangan menujumu
Yang tiasa peduli keberadaan malam gelap dingin yang terselimuti kelabu awan
Hadirmu tetap sama dan tepat waktu
Saat semua mata sudah terpejam
Saat semua lelah insan sudah menyadu dalam istirahat raga
Saat itulah hadir sempurnamu

Kau tidak peduli bila tiada yang menatap indahmu
Kau akan tetap menampilkan terbaikmu
Bahkan bila serangga malam pun enggan berkunjung karena rintik.hujan
Kau memilih tetap hadir dalam sempurna mekarmu

Putih pesonamu menebar harum semerbak 
Bahkan ketika kupu-kupu lupa keberadaanmu
Atau lebah telah berada di peraduan bermadunya
Kau tetap hadir dalam kelengkapan hiasan mahkotamu

Kaulah di ratu malam selamanya
Kaulah bunga Wijaya Kusuma
Hadirmu tak tergantung cuaca malam
Mekarmu tak tergantung kecerahan malam
Semerbakmu tak terikat keberadaan ciptaan lainnya

Aku selalu rela berteman sepi 
Demi melihat hadirmu dalam sempurna mekarmu
Bahkan ketika hanya berteman hening di tengah taman 
Aku setia menantimu hai ratu malam

...
Written by Ari Budiyanti
9.42 pm
7 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Dalan penantian mekar bunga Wijaya Kusuma

Jumat, 06 Maret 2020

menyelinap kebahagiaan dalam pahit manis kenangan

Dalam senyap aku merenung 
Selintas peristiwa mengiring perjalanan renungku
Ada bahagia menyelinap kalbu saat teringat
Aneka kenangan manis yang menjelma

Ada kisah tak kutahu yang tetiba mampir
Melipir dalam sebuah memori yang kembali hadir
Tentang dia yang tercinta 
Tentang mereka yang menginspirasi 
Tentang indahnya alam semesta
Tentang semua yang pernah merambah sukma
Dalam sebuah perjalanan keberadaan Dalam sebuah kekekalan ingatan 

Percayalah pada pikiranmu yang baik ketika menyelinap di suatu masa
Tentang sebuah kenangan di masa yang telah berlalu
Bahwa kebahagiaanmu ada dalam kekekalan ingatan yang indah 
Resapkanlah yang manis sampai ke relung kalbu
Sehingga pahit yang terasa memberi makna beda 
Semakin pahit kenangan yang pernah terajut
Semakin memberi makna akan manis yang tercipta
Hargailah pahit dan manismu
..


Written by Ari Budiyanti
7 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

gersangmu menghujam batinku

Menatap sisimu yang kini tak lagi hijau
Dalam balutan memori indahmu yang pernah menghiasi dinding di tepiku
Terpampang kini sisa kehidupan yang pernah kau tebarkan
Hanya coklat tua daun kering menghias tepian tamanku kini

Gersangmu sungguh memedihkan batinku
Saat melihatmu mati tak berklorofil lagi
Oksigen segar tak lagi kau bisa hasilkan
Pun serapanmu pada karbondioksida tak lagi mampu dilakukan
Kau kini hanyalah tinggal kenangan
Dedaunan keringmu saja perlambang pernah adamu

Meski keberadaanmu sesunggunya indah mempesona
Namun terkadang memang yang indah itu tak selamanya ada bersama kita
Selamat tinggal hijau sisi tamanku
Meski gersangmu menghujam batinku namu relaku melepas kepergiaanmu kini

Written by Ari Budiyanti
6 Maret 2020

#PuisiHatiAriBudiyanti

Selasa, 03 Maret 2020

lukisan malam tanpa hadirmu

Senyap sudah sekelilingku kala ini 
Saat kulihat gemerlap bintang di angkasa tinggi tanpa suara
Pendar bulan hanya suram tak nampak semua 
Ketika perjalanan awan mendung menyelimuti keberadaan para penghuni angkasa malam

Ada banyak getar takut dan was-was tersebarkan di satu masa
Saat semua penghuni di bawah angkasa merasa cemas
Atas sebuah wabah penyakit baru karena hadirnya virus terkenal itu
Mendunia dalam sekejap namanya memberi gentar pada banyak nyawa

Kulukiskan sejenak kisah ini pada malam meski tanpa hadirmu
Segala gundah gulana dari seruan dan jeritan banyak suara mengangkasa
Ratap dan doa agar terhindar dari mara bahaya penyakit yang disebarkan virus ternama itu

Dalam gelapmu hai petang setelah lewati senja hingga hitam menguasai langit
Dalam rangkaian tawa yang tergantikan desas-desus dan bisik-bisik kekuatiran
Dalam segala suasana hati yang ramai dengan aneka isunya
Dalam saat ini aku sungguh merindu hadirmu di sisiku menemani

Kita menikmati malam meski tanpa bintang
Kita menyapa rembulan yang bersembunyi di balik mendung awan
Kita menikmati sunyi malam tanpa gejolak ketakutan melanda sukma
Sungguh hanya bisa kulukiskan malam tanpa hadirmu
Meski aku sungguh rindu

...
Written by Ari Budiyanti
3 Maret 2020
#PuisiHatiAriBudiyanti